Oleh : Agus Wahidi, M.Pd
http://wacana.siap.web.id/2014/07/sertifikasi-guru-menuju-prestasi.html#.VqrBPyqLSM8
Undang-undang guru dan dosen sebagai regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan dengan cara peningkatan kualitas guru melalui peningkatan kualifikasi pendidikan dan peningkatan kesejahteraan guru yaitu sertifikasi pendidik. Undang-undang guru dan dosen merupakan suatu ketetapan politik bahwa pendidik adalah pekerja professional, yang berhak mendapatkan hak-hak sekaligus kewajiban professional (Sajidan, 2010: 4).
Sertifikasi pendidik atau sering dikenal sertifikasi guru menjadi salah satu tuntutan organisasi guru di Indonesia untuk dipantau dan dikelola lebih baik. Sertifikasi guru menjadi bahan perbincangan yang hangat ketika menjelang dicairkan dana untuk tunjangan profesi / uang sertifikasi. Kesejahteraan guru sangat signifikan meningkat. Menjadi fenomena baru ketika banyak guru yang beralih profesi menjadi tuan tanah atau cangkau mobil. Menjadi pemandangan yang tidak asing lagi ketika di sekolah-sekolah banyak terparkir mobil-mobil yang baru keluar dari dealer mobil. Ya.. guru kita makin sejahtera…tak ada cerita Oemar bakrie lagi yang memakai sepeda butut seperti yang dilantunkan penyanyi legendaris Iwan Fals.
Lalu bagaimana dengan profesionalismenya ? Hal ini yang masih jauh panggang dari api. Profesionalisme sepertinya menjadi suatu yang terabaikan dari euphoria uang tunjangan sertifikasi, hal ini bisa dilihat dari masih sedikitnya guru yang membelanjakan uang sertifikasinya untuk peningkatan kompetensinya dengan mengikuti kursus atau melanjutkan jenjang kualifikasi akademiknya.
Pada Maret 2013, bank dunia meluncurkan publikasi “ Spending more or Spending better : Improving Education Financing in Indonesia”. Publikasi ini menunjukkan bahwa para guru yang telah memperoleh sertifikasi dan yang belum ternyata menunjukkan prestasi yang relative sama. Publikasi ini menunjukkan ada masalah dalam proses sertifikasi guru yaitu kecenderungan proses sertifikasi hanya formalitas belaka seharusnya yang terjadi adalah kualitas profesionalitas guru semakin meningkat dengan adanya sertifikasi guru. Seperti apa guru yang ada yang anda amati atau seperti apa bagi anda pembaca yang sebagai guru yang sudah tersertifikasi. Sudah profesionalkah guru-guru kita ?
Indikator guru yang professional paling tidak menunjukkan 7 kemampuan seperti yang diungkapkan oleh Prof Sajidan dalam Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan yaitu good teaching skill, good knowledge able, dynamic curriculum, good using learning equipment/ media, good using technology, good professional attitude, good example/best practices. Dari ketujuh indicator tersebut guru bisa melihat dan bercermin apakah sudah professional atau belum.
Semua pihak yang terkait dengan sertifikasi guru seharusnya berani untuk jujur mengintrospeksi dan mengevaluasi tentang pelaksanaan sertifikasi guru dari perekrutan, pelaksanaan diklat, pengawasan tugas guru, dan pencairan dana sertifikasi guru. Proses sertifikasi guru yang banyak menelan biaya jangan sampai hanya menjadi pekerjaan yang kurang produktif atau cenderung kea rah pemborosan, apalagi ditunggangi sebagai alat politik pencitraan pada konstituen partai penguasa.
Proses sertifikasi guru ada beberapa jalur yang ditempuh yaitu porto folio, pendidikan dan latihan profesi guru (PLPG) , pendidikan profesi guru (PPG), atau dengan pemberian sertifikat pendidik secara langsung (PSPL). Dari sekian banyak jalur yang ada PLPG menjadi jalur yang banyak ditempuh oleh beberapa guru untuk mendapat sertifikat sebagai pendidik. Dengan adanya diklat PLPG diharpakan kompetensi dan kualitas guru meningkat atau mencerminkan guru yang professional yaitu yang memiliki kompetensi paedagogik, kompetensi social, dan kompetensi professional. Lembaga Pendidikan Tenaga Keguruan (LPTK) yang punya andil dalam pelaksanaan diklat dan pengeluaran sertifikat pendidik seharusnya mampu mengamati kompetensi guru mengajar di kelas. Pelatihan dalam diklat lebih menekankan pada kemampuan perancangan pembelajaran bukan pada kompetensi dalam kelas riil yang dihadapi oleh guru. Ujung tombak kualitas pendidikan atau pendidik sebagai indikatornya adalah proses pembelajaran di kelas, guru yang hanya punya konsep yang tinggi tentang perencanaan pembelajaran belum tentu dapat melaksanakan pembelajaran yang baik. Melihat kompetensi guru paling valida adalah ketika mereka di kelas. Kegiatan diklat yang diadakan oleh LPTK sebaiknya menggunakan laboratorium berupa kelas riil yang dapat digunakan untuk pelatihan sekaligus ujian kompetensi guru, jadi bukan hanya konsep yang tinggi tapi penerapan praktis yang factual pun diperlukan. Sehingga tidak beredar lagi rumor guru banyak diklat tapi mengajarnya tidak ada perbaikan dari segi metode atau pemanfaatan media dan skill mengajarnya.
Pemantauan pelaksanaan tugas guru sertifikasi juga menjadi hal sangat urgen untuk dilakukan agar kualitas guru menjadi professional seperti yang diharapkan. Proses pemantauan ini pada tahapan validasi dan verifikasi pelaksanaan tugas guru yang dilakukan oleh pengawas tidak hanya pada level dokumen atau perangkat administrasi pembelajaran guru, tetapi harus pada pelaksanaan riil dikelas yaitu dengan terjun langsung suprvisi pelaksanaan pembelajaran di kelas. Pemantuan terhdapa pelaksanaan tugas guru jika hanya pada level dokumen ibarat menanyakan jumlah gigi pada kuda dengan tidak membuka mulut kuda secara langsung untuk melihat jumlah giginya. Demikian juga dengan pelaksanaan tugas guru tersertifikasi kalau ingin melhat pelaksanaan tugas mengajarnya maka harus melihat bagaimana potret nya di kelas. Kecanggihan teknologi dapat mengelabui keabsahan dokumen yang dimiliki oleh guru dalam tahapan validasi dan verifikasi oleh kepala sekolah atau pengawas.
Kesuksesan sertifikasi guru untuk menjadikan guru yang professional dan berprestasi menuju pendidikan yang berkualitas adalah keberanian semua pihak untuk mau jujur dengan apa yang dilakukannya dan memperbaiki kinerjanya sesuai dengan peraturan dan perundangan yang ada. Bukankah pendidikan karakter salah satunya menanamkan sikap jujur? Bagaimana jadinya ketika kejujuran itu sendiri menjadi hal yang tabu dan aneh dilakukan oleh penyelenggara pendidikan? Jawabannya ada pada bapak ibu yang terkait, seberapa jujur kita?. Pertimbangan kemanusiaan yang terkadang menjadi kendala dalam menerapkan hak dan kewajiban professional dalam sertifikasi guru. Pertanyaan yang mendasar yang perlu dijawab adalah apakah lebih manusiawi dengan kasihan pada beberapa guru untuk longgar memenuhi kewajiban professional daripada membiarkan nasib anak bangsa ini yang seharusnya mendapatkan pelayanan yang semestinya tetapi harus dikalahkan oleh rasa ketidaknyamanan atas alasan kemanusiaan dan belas kasihan.
Referensi
Sajidan, 2010, “Pengembangan Profesionalisme Guru dan Dosen melalui Sertifikasi”: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN KIMIA, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Title : SERTIFIKASI GURU MENUJU PRESTASI
Description : Oleh : Agus Wahidi, M.Pd http://wacana.siap.web.id/2014/07/sertifikasi-guru-menuju-prestasi.html#.VqrBPyqLSM8 Undang-undang guru dan...